Kamis, 19 Mei 2011

Benarkah Tidak Neoliberal?

Sudah cukup lama ternyata saya tidak mengisi blog saya ini. Hari ini saya tergelitik untuk menulis tentang pidato presiden SBY yang menghadirkan Prof Ha-Joon Chang asal Korea. Ada dua hal penting yang patut dicatat:

  1. Kuliah ini penting bagi SBY-Boediono yg tengah menghadapi penurunan popularitas d tingkat kepuasan masyarakat - yang menilai pem SBY gagal utk sejahterakan rakyat karena terlalu taat pada resep kebijakan neoliberal. Kehadiran Prof Ha-Joon yg sangat kritis terhadap ekonomi neoliberal dan kapitalisme diharapkan akan mencitrakan bahwa SBY-Boediono tidak menganut ekonomi neoliberal, seperti disampaikan oleh Presiden SBY dlm pidato pembukaannya.
  2. Pemerintahan SBY-Boediono tampaknya tidak akan menjalankan saran Prof Ha-Joon yangg berkali-kali mengingatkan agar tidak menyandarkan diri pada kebijakan pasar bebas, tetapi memberikan peran yang lebih besar kepada BUMN. SBY-Boediono tidak mungkin akan mengikuti rekomendasi tsb, sebagaimana sebelumnya disarankan oleh ekonom kelas dunia seperti: Hernando de Soto, Muhamad Yunus, atau Stiglitz. Kebijakan liberalisasi perdagangan dan privatisasi, merupakan dua pakem ekonomi neoliberal yang justru sangat patuh dijalankan oleh SBY-Boediono.

Bahwa Presiden SBY adalah orang yang santun dan memperhatikan rakyat miskin dengan BLT, jaminan kesehatan, raskin, dsb; sementara Wapres Boediono adalah sosok yang sederhana, tidaklah serta merta mengubah bahwa paradigma yang mereka anut adalah neoliberalisme. Seperti saya sebutkan di atas, liberalisasi perdagangan dan privatisasi BUMN adalah dua pilar kebijakan kebijakan neoliberal dari empat ciri-ciri kebijakan neoliberal, yaitu:

Pertama, kebijakan anggaran ketat yang termasuk di dalamnya adalah kebijakan penghapusan subsidi. Paket ini sering disebut juga kebijakan stabilisasi ekonomi makro.

Kedua, liberalisasi sektor keuangan. Kebijakan ini seolah menguntungkan negara berkembang karena akan memudahkan para pelaku usaha untuk mendapatkan sumber pendanaan murah dari pasar global. Namun pada dasarnya kebijakan liberalisasi keuangan ditujukan untuk mendukung sirkulasi dan transaksi keuangan global.

Ketiga, liberalisasi industri dan perdagangan. Liberalisasi dipromosikan sebagai strategi penting untuk memberi peluang bagi negara berkembang untuk memperluas pasar. Padahal negara maju akan tetap melakukan perlindungan melalui berbagai mekanisme kuota, export restraint, subsidi dan hambatan non-tarif, dll.

Keempat, pelaksanaan privatisasi BUMN. Resep ini jelas ditujukan agar peranan negara di dalam ekonomi berkurang sampai sekecil mungkin agar dapat diganti oleh swasta terutama perusahaan multinasional dengan instrument penjualan saham lewat privatisasi.

Dengan ciri-ciri tersebut, apakah pemerintahan SBY-Boediono masih bisa kita sebut tidak neoliberal?

Tidak ada komentar: