Rabu, 22 Desember 2010

Ekonomi 2010: Bagus, Biasa atau Buruk?

Tahun 2010 akan segera berakhir. Bagaimana kinerja ekonomi tahun ini? Tidak terlalu salah bila sebagian kalangan menilai kinerja ekonomi 2010 bagus. Faktanya pertumbuhan ekonomi hingga kuartal ketiga telah mencapai 5,9 persen. Diperkirakan hingga akhir tahun ekonomi akan tumbuh di atas 6 persen, lebih tinggi dari target yang hanya 5,8 persen.

Bagi yang menganggap pencapaian indikator finansial sebagai tolok ukur, bahkan akan menganggap kinerja ekonomi luar biasa. Bagaimana tidak, Bursa Efek Indonesia tahun 2010 tercatat sebagai bursa dengan pencapaian terbaik di dunia versi majalah Times. Terjadi lonjakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari 2,575 pada awal tahun menjadi 3.651 pada Desember tahun ini.

Sedangkan bagi yang meyakini peningkatan cadangan devisa dan penguatan nilai tukar rupiah sebagai ukuran, ekonomi Indonesia tentu akan dinilai berprestasi besar. Tahun 2010, cadangan devisa meningkat dari hanya 51 miliar dollar AS di awal tahun menjadi lebih dari 90 miliar dolar AS pada akhir tahun. Gelombang hot money telah mengakibatkan lonjakan cadangan devisa dan juga mendorong menguatnya nilai tukar rupiah sebesar 19 persen, tertinggi diantara negara-negara Asia.

Namun, bila penilaian dilakukan lebih berhati-hati dan menyadari bahwa ukuran-ukuran di atas bukanlah indikator sesungguhnya atas kinerja ekonomi, mungkin berbeda. Bila penilaian tetap memprioritaskan pada kinerja sektor riil, terutama sektor yang menyerap tenaga kerja besar, maka kinerja ekonomi tahun 2010 hanya biasa-biasa saja.

Sebagaimana lima tahun sebelumnya, pada tahun 2010 pertumbuhan tiga sektor utama yakni pertanian, pertambangan dan pengolahan, yang menjadi lapangan usaha utama penduduk dan menyerap 52% lapangan kerja, hanya tumbuh 3,5 persen, lebih tinggi dari tahun lalu tetapi tetap jauh di bawah pertumbuhan ekonomi. Sektor pengolahan yang tumbuh 4 persen pun, sumbangan terbesarnya dari industri otomotif. Industri andalan lain seperti tekstil tumbuh mendekati nol, sedangkan kayu, baja, masih tumbuh negatif.

Kinerja sektor riil yang lambat sehingga tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup, tentu akan semakin menghambat penyelesaian masalah pengangguran yang cukup serius. Jumlah orang setengah menganggur sebanyak 32,8 juta. Sementara data menunjukkan selama enam tahun kepemimpinan SBY, dari 12,2 juta lapangan kerja yang tercipta, 41 persen diantaranya adalah usaha jasa kemasyarakatan (termasuk di dalamnya organisasi politik, jasa reparasi, kebersihan, binatu, dll).

Kinerja sektor industri yang relatif lambat tentu juga akan semakin menyulitkan upaya pengentasan kemiskinan. Memang angka kemiskinan turun dari 14,2 persen tahun lalu menjadi 13,3 persen tahun ini. Tetapi berkurangnya jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan sekitar 1,5 juta orang, tidak sebanding dengan anggaran pengentasan kemiskinan yang membengkak dari Rp 66 triliun (2009) menjadi Rp 94 triliun (2010).

Fakta diatas menunjukkan salah satu dari sekian kelemahan dalam manajemen fiskal pemerintah termasuk kinerja di sisi penerimaan maupun belanja negara. Hingga November 2010, penerimaan pajak mencapai 77,7 persen lebih rendah dari realisasi penerimaan pada periode yang sama tahun lalu. Kinerja yang lebih buruk tercatat pada kinerja belanja dimana total belanja modal hingga bulan November sebesar 38 persen. Realisasi yang lamban dari pengeluaran pemerintah inilah yang menyebabkan absennya stimulus ekonomi dan lambannya penciptaan lapangan kerja.

Ternyata kinerja ekonomi 2010 sulit untuk dikatakan bagus. Bahkan tidak tepat untuk dinilai biasa-biasa saja karena ternyata sangat banyak sisi yang menunjukkan kinerja buruk.


Dimuat pada Harian 'Suara Karya' Edisi 21 Desember 2010





Tidak ada komentar: